Friday, July 12, 2013

Uniquely Palembang


Perjalanan ke Palembang memberikan pengalaman menarik buatku. Menyaksikan aktivitas dan kebiasaan unik masyarakat Palembang sampai ke cerita rakyat mengenai Pulau Kemaro. Awalnya aku berpikir bahwa Palembang It’s just another city without any interesting story in it kecuali Jembatan Ampera yang diiklankan di Bandara Jakarta, tapi setelah melihat 4 hal dibawah ini, aku rasa Palembang bisa dijadikan salah satu objek wisata international yang menarik. 
 
1.      Vintage-nya Jembatan Ampera
Pada kunjungan pertama kali ini, krn padatnya parkiran di daerah Pasar 16 Ilir, akhirnya kita harus parkir dibawah Jembatan Ampera. Dan ketika diperhatikan, WowTernyata sangat jauh dari image di pikiranku yg tercipta karena billboard di Jakarta. Warna Cat di jembatan yg sudah mulai luntur krn cahaya matahari membuat jembatan terlihat sudah usang, jauh dari image megah yg ditampilkan di billboard. Seorang teman juga bercerita bahwa harusnya Jembatan Ampera, bagian tengahnya bisa diangkat untuk lalu lintas kapal besar, namun karena prilaku orang tidak bertanggung jawab mencuri onderdil dan aksesoris tembaga lainnya utk kebutuhan katrol, akhirnya fungsi pengangkatan dihilangkan oleh pemda utk keamanan. Namun, aku tetap berfoto di bawah jembatan Ampera, dan kalau mau dilihat dari perspektif vintage dengan bantuan photo editing, Jembatan Ampera masih bisa terlihat menarik. :D. Dengan pembaharuan, harusnya memang Jembatan Ampera masih dapat menjadi ikon yang menarik


2.      Sungai Musi & Pulau Kemaro
Sungai Musi yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatra memiliki rata-rata lebar sepanjang sungai 540m dengan Lebar maksimal 1.350m dan lebar minimal 250m. Sungai ini membelah Palembang menjadi 2 bagian yaitu sebrang Ilir dan Sebrang Ulu (basaha Indonesia : Hilir & Hulu). Daerah yang paling berkembang adalah daerah Sebrang Ilir. Sungai Musi ini menjadi jalur transportasi penduduk transmigrasi yang tinggal di area pinggir Palembang. Pada saat melihat Sungai Musi, langsung terpikirkan Sungai Chao Praya Thailand yang dijadikan salah satu atraksi wisatan dimana kita diajak untuk ke suatu Vihara (lupa namanya) dengan perahu dan juga berhenti di satu spot untuk memberi makan ikan-ikan sungai tersebut. Harusnya Sungai Musi juga dapat dijadikan tourism spot yang lebih menarik dari Chao Praya karena Lebar sungai yang dimiliki ditambah dengan memperindah area pinggiran sungai serta kapal-kapal nelayan sehingga layak menjadi tempat wisata bertaraf international. Menurut informasi teman, saat ini pembenahan sudah mulai dilakukan, sidewalk sudah dibuat, pusat kuliner juga sudah tertata rapi. Namun masih butuh kerja keras semua pihak untuk menjadikan Sungai Musi sebagai tempat wisata bertaraf international dari sisi kebersihan, keteraturan dan keindahan area sekitarnya.

Sungai Musi juga melewati Pulau Kemaro yang memiliki Pagoda bertingkat 9 dan menjadi pusat ibadah Penganut ajaran Kong Hu Cu. Setiap Ce It Cap Go dan hari besar etnis Tiong Hoa, Pulau ini selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat Tiong Hoa untuk beribadah ataupun sekedar piknik keluarga. Pulau Kemaro bisa dikunjungi dengan kapal-kapal nelayan dengan tarif 25-35 ribu rupiah tergantung negosiasi dengan tukang perahunya. Disebrang Pulau Kemaro terdapat PT. Pusri yang juga dengan aktif mendukung kegiatan hari besar masyarakat Tionghoa dengan cara mengadakan Jembatan dadakan yang disusun dari Jejeran Kapal Tongkang Milik PT. Pusri sehingga dapat dilewati oleh masyarakat yang ingin mengunjungi Pulau tersebut. Pulau Kemaro tersebut juga menyimpan legenda rakyat. Diceritakan dahulu kala pada jaman kerajaan Sriwijaya, Palembang merupakan salah satu tempat yang di datangi oleh penduduk negri Cina untuk menimba Ilmu dan terdapat satu Pangeran, Tan Bu An yang jatuh cinta pada Putri Siti Fatimah. Akhirnya sang putri dibawa pulang ke negri Cina untuk dinikahi. Dalam perjalanan pulang ke Palembang, sang Pangeran dibekali 9 guci oleh orang tuanya dimana didalam Guci diisi dengna sayur-sayuran dan buah-buahan untuk bekal diperjalanan. Ketika masuk ke perairan Sungai Musi, sang Pangeran membuka isi guci dan menemukan isinya adalah sayur-sayuran, sang pangeran pun menjadi kesal karena dianggap tidak bernilai. Sang pangeran akhirnya membuang guci-guci tersebut ke sungai. Dan saat membuang guci terakhir, tidak sengaja Guci tersebut jatuh dan pecah, emas-emas pun berhamburan di kapal dan akhirnya sang pangeran tersadar bahwa 8 guci yang sudah dibuang tadi, semuanya bersisi emas yang diatasnya ditutupi dengan sayur-sayuran untuk menghindari perampokan di laut. Karena ingin mengambil kembali guci-guci tersebut, akhirnya sang pangeran terjun ke dalam sungai. Lama ditunggu tidak muncul-muncul, akhirnya Putri Fatimah pun ikut menenggelamkan dirinya ke sungai. Sang Pangeran dan Sang Putri tidak pernah muncul kembali ke permukaan dan saat itu munculah Pulau Kemaro tersebut.

3. Kau Menyanyi Kau Membayar
Dalam perjalanan ke mobil setelah selesai melakukan kunjungan ke pasar Ilir, terlihat kerumunan orang yang menyanyi dan berjoget dipinggir sungai Musi dengan sound system yang cukup lengkap untuk musik jalanan. Namun yang unik adalah bukan kerumunan orang berjoget bersama namun ternyata itu merupakan kegiatan bisnis penyewaan sound system jalanan. Jadi pemilik sound system akan membawa alat-alatnya dan bagi yang ingin menyanyi, mereka dapat menyewa alat-alat tersebut. Jika di Jakarta penyanyi jalanan/pengamen akan diberikan sumbangan ala kadarnya, di Palembang, mereka harus menyewa peralatan sendiri. Mungkin kalau kebiasaan tersebut diterapkan di Jakarta, dampaknya adalah pengamen Jakarta akan berkurang atau memang semua pengamen jalanan akan memiliki standard mengamen yang lebih advance :)

4. "Menghirup" Kuah Pempek
Di Jakarta, pempek merupakan salah satu dari pilihan kudapan ringan yang harus bersaing dengan bakso. Kuah pempekdi Jakarta diberikan potongan timun dan sejenis abon ebi yang akan diseruput dengan sendok. Namun untuk Wong Kito, pempek merupakan snack setiap saat dan setiap hari. Tempat makan pempek pun sudah seperti kopitiam, orang berkumpul bercengkrama sambil nynack pempek. Dan yang menarik adalah kuahnya yang lebih kental daripada Jakarta dimasukkan di cangkir kecil dimana cara makannya bukan dengan mencelupkan pempek ke dalam kuah namun kuahnya di"hirup" (langsung diminum) seperti minum kopi. Pertama kali melihat temanku meng"hirup" kuah tersebut langsung kaget, namun pas dilihat ke sekililing, ternyata semua melakukan hal yang sama.

4 hal diatas membuat perjalanan bisnis menjadi lebih menyenangkan, dan mungkin jika aku tinggal di Palembang lebih lama lagi, akan terlihat lebih banyak lagi keunikan yang bisa diceritakan yang menunjukkan keragaman nusantara kita.

Salam : Wong Kito Galo

#1st101                             

No comments:

Post a Comment