Setelah wisata air di Manado, Nah
bagaimana dengan Kota Manado sendiri?
Perjalanan ini mirip seperti perjalanan / wisata reliji.
Beberapa tempat wisata yang kita datangi antara lain: bukit Doa yang terdapat
Goa Maria dan Jalan Salib. Buat teman-teman beragama Kristen, perjalanan ini
memiliki makna tersendiri, namun buat yang non Kristen, tempat ini tetap
menarik karena dibuat dengan tatanan yang sangat alamiah. Sebelum memulai
perjalanan Salib, kita melewati sebuah danau buatan yang penuh dengan bunga Teratai
dan Water Lyly. Dan dalam perjalanan salib, kita di kelilingi oleh pepohonan dan
menemukan patung-patung yang menceritakan pengorbanan Yesus Kristus bagi
umatnya, sampai memasuki lorong gelap yang cukup spooky juga kalau masuk
sendiri sebelum akhirnya kita menemukan cahaya di ujung lorong yang
menghantarkan kita ke Gua Maria. Setelah itupun, kita bisa menikmati
pemandangan Gunung Lokon dan hijaunya rumput luas dengan udara yang sejuk (kebetulan
habis hujan). Pemandangan yang sangat indah dan tenang.
Jika di Jakarta dan kota di Pulau
Jawa lainnya, rumah ibadah yang paling mudah kita temui adalah Mesjid, bahkan
aku tinggal di sebarang Mesjid, namun di Manado yang paling sering kita temui
adalah Gereja, baik itu untuk Protestan maupun Katolik. Hal ini banyak
dipengaruhi oleh bangsa Eropa yang dimulai dari Protugis, Spanyol dan Belanda yang
mengirimkan misionaris ke Manado jaman dulu. Meskipun setelah dibaca-baca di literature
lain, sebelum agama Kristen menjadi agama mayoritas penduduk Manado, agama
Islam adalah agama yang banyak dianut oleh penduduknya. Tapi, apapun agama
mayoritasnya saat ini, Manado memiliki toleransi yang sangat tinggi dalam
kehidupan beragama. Diceritakan oleh tour guide lokalnya bahwa ketika hari
besar agama Kristen, maka penduduk beragama Islam akan menjaga keamanan dan
ketenangan area ibadah Kaum Kristen dan begitu sebaliknya. Toleransi ini juga
dihadirkan dalam bentuk nyata. Pemerintah setempat membangun satu area yang
dinamakan Bukit Kasih, dimana di area ini terdapat 5 tempat ibadah yang
mewakili 5 agama yang diakui pemerintah Indonesia dan juga monument segi 5 yang
setiap sisinya diberikan ukiran dan ajaran masing-masing agama. Dan menurut
cerita rakyat, jika ingin melihat wajah dari nenek moyang orang Manado, ktia
juga dapat melihatnya di Bukit Kasih ini.
Tingkat toleransi yang tinggi ini
mungkin juga tidak terlepas dari ajaran hidup penduduk manado seperti slogan
yang terlihat di Bandara Sam Ratulangi “SI TOU
TIMOU TUMOU TOU” : “Manusia
baru dapat disebut manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia“. Kalimat ini merupakan kalimat
yang diceritakan pertama kali oleh pemandu local ketika kita menaiki bus. Seringnya
karena tuntutan hidup, kita menjadi orang yang egois dan kalimat ini
mengingatkan kita bahwa hidup menjadi benar-benar hidup ketika kita dapat
berguna juga untuk orang lain. Begitulah ajaran sangat benar yang di
tinggalkan salah satu tokoh Nasional kita yaitu Dr. Gerungan Saul
Samuel Jacob Ratulangi.
Lainnya :
Gulai Kelelawar yang dimakan dan diselingi dengan minuman arak yang terbuat dari berbagai macam akar tumbuhan. Kelelawar atau Paniki ini tidak menjadi favorit ku karena baunya menurutku terlalu menyengat dan terasa seperti Hati B2.
Tarsius, Monyet kecil dengan mata belo ekor panjang yang pemalu. sayangnya kita hanya bisa liat yang sudah dipelihara karena hujan yang menghalangi kita mengunjungi Taman Nasional Tangkoko, habitat asli Tarsius.
No comments:
Post a Comment