Curah hujan yang tinggi dan air laut
yang pasang serta kiriman air dari kota tetangga di Bogor berhasil melumpuhkan
hiruk pikuk kota Jakarta. Kota yang tidak pernah berhenti bergerak. Tidak hanya
rumah sakit yang 24 jam, ATM 24 jam, tempat hiburan 24 jam, bahkan mini market
pun sudah 24 jam. Kalau dahulu macet terparah di hari senin & jumat, jam
pergi dan pulang kantor, sekarang macet setiap saat bahkan di hari sabtu. Kita semua
yang tinggal di kota ini, hampir selalu terlihat sibuk. Bangun pagi, pergi
kerja, pulang sampai rumah sudah malam karena macet ataupun lembur. Hari libur
kita menyibukkan diri juga dengan pergi ke mall ataupun tempat hangout lainnya
atau kita menyibukkan diri sendiri dengan social media, browsing internet dan
lain-lain.
Mungkin banjir datang untuk membuat
kita berhenti sejenak, menikmati dan mensyukuri apa yang ada di sekeliling
kita, yang berada di dekat kita bukan yang berada jauh, yang harus menempuh
perjalanan jauh dan bermacet ria. Mensyukuri apa yang kita miliki saat ini
bukan yang dimiliki tetangga. Mencintai keluarga kita apa adanya bukan
mengharapkan berada dikeluarga yang berbeda. Banjir saat ini membuatku
memikirkan hal ini terlebih karena 1-2 bulan terakhir ini memang terasa sangat
banyak kegiatan diluar rumah pada saat hari libur sehingga jarang menghabiskan
waktu dengan pasangan dirumah. Disaat hari kerja, pulang rumah pun sudah malam
sehingga tidak memiliki cukup waktu bersama pasangan. Dengan banjir, kami
terpaksa terkurung di dalam rumah sepanjang hari. Banjir membuat kita berdua
memiliki perhatian bersama yang dapat saling dikomunikasikan. Ketika hujan
datang, kami bersama was-was apakah ketinggian air akan naik lagi dan masuk ke
dalam rumah. Ketika air mulai surut kami pun bergembira bersama akhirnya air
tidak masuk ke rumah sehingga tidak perlu mengangkat perabotan. Disaat ketinggian
air naik lagi dan terpaksa harus mengungsikan mobil ditengah malam, memunculkan
rasa kekhawatiran satu sama yang lain. Aku yang mengkhawatirkan suami
mengungsikan mobil ke area parkir sendirian. Suami yang mengkhawatirkan aku
berada di rumah sendirian ketika dia mengungsikan mobil. Meskipun tubuh terasa
lelah, tapi hati terasa hangat. Dengan
http://www.luvimages.com/image/two_blue_cups_of_tea-934.html |
kelelahan tetap kusempatkan untuk
membuat secangkir teh hangat menyambut kepulangan suami. Dalam kelelahan,
sebelum tertidur, suami masih menyempatkan untuk mencium keningku. Hari berlalu
dengan kebersamaan. Menghabiskan waktu bersama, sarapan, tidur siang bersama,
menonton TV, buka laptop bersama sambil berbicang, NgeTeh Bareng sambil
menikmati bolu gulung dan lainnya.
Tepat sampai di tulisan barisan terakhir ini, hujan semakin deras dan airpun akhirnya menguasai dalam rumah. Dengan tenaga dari hasil pengolahan Indomie sebagai makan malam, kita pun mulai mengangkat semua perabotan kursi, kasur dan lainnya dan akhirnya mengungsi di tengah malam naik perahu karet ;D.
Buat sebagian orang yang terkena "banjir super" sampai masuk kedalam rumah memang sangat tidak menyenangkan dan
tentunya merepotkan tapi tidak bisa dipungkiri kondisi saat ini juga membuat
kita lebih dekat dengan orang disekitar kita. Kita berhenti dari semua kegiatan
kita masing-masing dan bersama-sama menghadapi serta “menikmati” bencana
ekonomi ini. Memang tanpa harus ada bencana ekonomi seperti ini untuk dapat menikmati
kebersamaan, hanya saja karena kesibukan dan tuntutan diri, hal ini sering
terlupakan. Semoga kebersamaan dan kehangatan seperti ini selalu terjaga setiap
saat sehingga tidak perlu diingatkan oleh bencana atau tragedy.
Semoga Banjir cepat Mereda dan yang
mengalami musibah ini dikuatkan untuk dapat kembali menjalankan kehidupan yang
lebih baik lagi. Semoga semakin banyak orang yang sadar untuk menjaga
lingkungan tempat kita tinggal karena apa yang kita tabur adalah apa yang kita
tuai.
stay safe lyly. :)
ReplyDeletetetap semangat!