Sore ini, 7 Agustus, ketika dalam perjalanan ke area Mangga Dua, Jakarta, seperti biasa perjalanan sangat padat dan ruwet. Yang kanan mau ke kiri, yang kiri mau ke kanan. Dan keruwetan jalanan tersebut secara tidak sadar membuatku menjadi pribadi yg tidak bertoleransi. Hal ini kusadari ketika seorang ibu yg menyebrang jalan diantara barisan mobil yang kacau. Sejujurnya aku tidak mengingat persis apakah aku melihat ibu tersebut ingin menyebrang melewati depan mobilku atau tidak, pokoknya aku mulai menginjak rem dan maju pelan mengikuti pergerakan mobil didepanku. Namun hal tersebut otomatis menghalangi jalan ibu tersebut dan sepertinya dia sedikit kesal. Ketika melihat wajahnya aku langsung tersadar bahwa "hey..kenapa aku harus berebutan jalan dengan ibu tersebut?apa ruginya kasih dia lewat bentar?toh kalau dia ga lewatpun aku juga ga akan bisa bergerak lbh dr 1 meter" dan aku langsung tersadar bahwa aku mulai menjadi pribadi yg intolerance dijalanan bahkan kepada pejalan kaki yg harusnya kita utamakan seperti dahulu ketika aku mengunjungi New Zealand. Pengalaman di NZ membuatku terpana ketika kita mau menyebrang jalan dengan berdiri disamping trotoar maka mobil akan berhenti dan melambai utk meminta kita lewat terlebih dahulu. Rasanya indah sekali melihat toleransi dan apresiasi mereka terhadap pejalan kaki, namun ternyata aku belum bisa meneruskan apresiasi tersebut kepada pejalan kaki lainnya di Indonesia. So I've done a very bad thing.
Di sisi lain, ketika sudah muncul pemikiran bahwa aku intolerance, muncul jg pemikiran lain mengenai etika pengguna jalan dan fasilitas umum. Tanpa bermaksud mendiskreditkan pihak manapun namun sering kali ketika kita menjadi pejalan kaki ataupun pengendara motor, kita sering kehilangan etika dan berpikir kita bisa lbh leluasa dalam menyalip, menyebrang dll. Banyak pejalan kaki yg seharusnya berjalan di sebelah kiri malah berjalan di tengah ataupun sebelah kanan. Seharusnya menyebrang menggunakan jembatan layang, malah nyebrang sembarangan dan tidak jarang menimbulkan kemacetan diperempatan jalan seperti yg terjadi di perempatan lampu merah Grogol. Kemacetan didaerah tersebut setalah aku perhatikan selain disebabkan krn banyak angkot yg berhenti mengambil penumpang, semua pejalan kaki menyebrang tanpa menggunakan jembatan penyebrangan dan lebih parah lagi mereka menyebrang ketika belum saatnya. Ketika mereka harusnya diam dan menunggu lampu hijau utk arus mereka, mereka malah langsung nyebrang dan mengakibatkan kendaraan dari arus lain terhalang dan otomatis itu membuat semua antrian mobil dibelakang tersendat.
Kadang aku suka melontarkan lelucon bahwa orang Indonesia memiliki jurus telapak tangan menghentikan mobil. Kita hanya perlu menunjukkan telapak tangan kita maka mobil akan berhenti, namun sayangnya kita terlalu sering menggunakan jurus tersebut sehingga merugikan pihak lain. Mengingat hal ini, aku rasa sudah saatnya Polantas menegakkan peraturan, hukum dan sanksi Tegas dan Jelas bagi pejalan kaki seperti yg aku rasakan ketika tidak sengaja menyebrang jalan bukan di zebra cross pas mengunjungi Singapore, langsung petugasnya menyuruhku kembali ke sebrang jalan dan menyebrang kembali menggunakan Zebra Cross. Sanksi yg sangat ringan namun sangat melekat sekali bahkan setelah 6 tahun.
However, drpd menunggu peraturan dr pemerintah yg ga tau kapan adanya, ijinkan aku mengajak teman2 memulai dr diri sendiri dengan menjadi pejalan kaki, pengedara motor & mobil yg beretika dan bertoleransi dan saling mengingatkan org terdekat kita.
angkot2 di sini juga banyak kok yang ngasih jalan pejalan kaki dulu... *padahal sebenernya mereka sekalian ngetem nyari penumpang sih gue liat :D
ReplyDelete